Cinta Indah Begini…
by: Bayu Gawtama
Di sebuah kereta listrik jurusan bogor, sepasang suami-isteri
berusia senja duduk berdampingan sambil menikmati perjalanan.
Sekilas tidak ada yang istimewa dengan kakek-nenek ini, seperti layaknya
pasangan suami-isteri yang lain yang biasa kita lihat di banyak tempat.
Duduk berdampingan, jalan beriringan, berbincang tentang apa yang
dilihat dan dirasa, semuanya terlihat biasa. Namun, sesaat kemudian
beberapa penumpang di gerbong itu, terutama mereka yang berada persis di
depan atau samping pasangan tua itu terharu dengan apa yang mereka
lihat. Ternyata, sepanjang perjalanan keduanya saling berpegangan mesra,
layaknya sepasang pengantin baru. Lengan si nenek melingkar mesra
mengait lengan kekasihnya, sementara tangan si kakek erat memegang
jemari dan punggung tangan belahan hatinya. Aih…
Di sekitar Sawangan Depok, seorang perempuan muda duduk di jok belakang sepeda yang dikayuh suaminya. Lengannya erat melingkar di pinggang sang pengayuh, saat jalan menurun pegangannya semakin erat dengan kepala bersandar di punggung suaminya. Takut? Bukan. Itu lebih terlihat sebagai sebuah keyakinan seorang perempuan kepada lelaki tempatnya berpegang, yang akan senantiasa membawanya pada keselamatan. Ketika jalan mendaki ia turun dari sepeda dan membiarkan suaminya mendaki sampai ke jalan datar, sebuah sikap bijaksana seorang isteri untuk saling meringankan beban. Indahnya…
Di sebuah rumah sakit di Jogjakarta, setelah peristiwa letusan Merapi tahun 2010, seorang perempuan menemani suaminya yang terkena luka bakar di sekujur tubuh. Tak ada yang bisa dilakukan sang suami dengan kondisi luka yang teramat parah itu, maka isterinya lah yang menjadi tangan dan kakinya. Ia menyuapi suaminya, membasuh peluhnya, membersihkan lukanya, dan mendengarkan rintihannya. Seorang dokter mengatakan kepadanya bahwa suaminya akan sembuh dalam waktu lama dan tubuhnya akan penuh bekas luka bakar. Perempuan itu nampak tegar dan wajahnya menyiratkan satu kata, “saya akan terus menantinya”.
Meski tubuh suaminya penuh luka bakar, namun ia yakin satu hal cintanya tak ikut hangus terbakar.
Masih sebuah kisah di rumah sakit, seorang suami meminta izin cuti selama beberapa hari dari kantornya hanya untuk menemani isterinya yang sedang koma. Isterinya mengalami pendarahan hebat usai melahirkan buah hatinya. Kebahagiaan bercampur kesedihan di hatinya, hadirnya si kecil diiringi dengan belum sadarnya sang isteri. Setelah sepekan belum menunjukkan kesembuhan, ia meminta cuti tambahan dari kantornya. Sebenarnya ia masih bisa bekerja, karena masih ada orang tuanya yang bisa bergantian menunggui isterinya, namun lelaki
itu cepat-cepat berkata, “Saya ingin saat ia membuka matanya kembali senyum ini yang ia lihat pertama kali”.
Di depan sebuah rumah kontrakan kecil, seorang suami hendak berangkat mencari nafkah. Ada adegan yang tak pernah ia lewatkan dan selalu terulang sejak pertama kali mereka menikah dua belas tahun lalu, dengan mesra isterinya mencium punggung tangan sang suami dan suami pun membalas mencium kening kekasihnya serta sedikit kecupan di bibir. Kepahitan hidup akan bisa diimbangi dengan manisnya cinta. Tak hanya saat berangkat, kembali ke rumah pun kecupan hangat yang sama dengan pagi hari tetap ia dapatkan dari isterinya. Tak berkurang mesranya hanya karena sang suami belum membawa harapannya,dan belum membelikan yang diinginkannya.
Berapa banyak cinta yang bertahan sampai usia senja, berapa banyak cinta yang semakin tebal ketika keadaan ekonomi mendesak, berapa besar cinta yang terjaga ketika pasangan tak berdaya, berapa banyak cinta yang tetap bersemi dengan keyakinan yang tak luruh sedikitpun, berapa banyak cinta yang tetap manis saat kepahitan hidup terus mendera, berapa banyak cinta yang tetap tulus ketika jalan yang dilalui tak selamanya mulus? Yang punya cinta yang bisa menjawabnya, kita pun bisa miliki cinta yang indah begini. (Gaw/LifeSharer)
Di sekitar Sawangan Depok, seorang perempuan muda duduk di jok belakang sepeda yang dikayuh suaminya. Lengannya erat melingkar di pinggang sang pengayuh, saat jalan menurun pegangannya semakin erat dengan kepala bersandar di punggung suaminya. Takut? Bukan. Itu lebih terlihat sebagai sebuah keyakinan seorang perempuan kepada lelaki tempatnya berpegang, yang akan senantiasa membawanya pada keselamatan. Ketika jalan mendaki ia turun dari sepeda dan membiarkan suaminya mendaki sampai ke jalan datar, sebuah sikap bijaksana seorang isteri untuk saling meringankan beban. Indahnya…
Di sebuah rumah sakit di Jogjakarta, setelah peristiwa letusan Merapi tahun 2010, seorang perempuan menemani suaminya yang terkena luka bakar di sekujur tubuh. Tak ada yang bisa dilakukan sang suami dengan kondisi luka yang teramat parah itu, maka isterinya lah yang menjadi tangan dan kakinya. Ia menyuapi suaminya, membasuh peluhnya, membersihkan lukanya, dan mendengarkan rintihannya. Seorang dokter mengatakan kepadanya bahwa suaminya akan sembuh dalam waktu lama dan tubuhnya akan penuh bekas luka bakar. Perempuan itu nampak tegar dan wajahnya menyiratkan satu kata, “saya akan terus menantinya”.
Meski tubuh suaminya penuh luka bakar, namun ia yakin satu hal cintanya tak ikut hangus terbakar.
Masih sebuah kisah di rumah sakit, seorang suami meminta izin cuti selama beberapa hari dari kantornya hanya untuk menemani isterinya yang sedang koma. Isterinya mengalami pendarahan hebat usai melahirkan buah hatinya. Kebahagiaan bercampur kesedihan di hatinya, hadirnya si kecil diiringi dengan belum sadarnya sang isteri. Setelah sepekan belum menunjukkan kesembuhan, ia meminta cuti tambahan dari kantornya. Sebenarnya ia masih bisa bekerja, karena masih ada orang tuanya yang bisa bergantian menunggui isterinya, namun lelaki
itu cepat-cepat berkata, “Saya ingin saat ia membuka matanya kembali senyum ini yang ia lihat pertama kali”.
Di depan sebuah rumah kontrakan kecil, seorang suami hendak berangkat mencari nafkah. Ada adegan yang tak pernah ia lewatkan dan selalu terulang sejak pertama kali mereka menikah dua belas tahun lalu, dengan mesra isterinya mencium punggung tangan sang suami dan suami pun membalas mencium kening kekasihnya serta sedikit kecupan di bibir. Kepahitan hidup akan bisa diimbangi dengan manisnya cinta. Tak hanya saat berangkat, kembali ke rumah pun kecupan hangat yang sama dengan pagi hari tetap ia dapatkan dari isterinya. Tak berkurang mesranya hanya karena sang suami belum membawa harapannya,dan belum membelikan yang diinginkannya.
Berapa banyak cinta yang bertahan sampai usia senja, berapa banyak cinta yang semakin tebal ketika keadaan ekonomi mendesak, berapa besar cinta yang terjaga ketika pasangan tak berdaya, berapa banyak cinta yang tetap bersemi dengan keyakinan yang tak luruh sedikitpun, berapa banyak cinta yang tetap manis saat kepahitan hidup terus mendera, berapa banyak cinta yang tetap tulus ketika jalan yang dilalui tak selamanya mulus? Yang punya cinta yang bisa menjawabnya, kita pun bisa miliki cinta yang indah begini. (Gaw/LifeSharer)
Cerita/artikel ini saya dapatkan dari salah satu alumni STAN:
Komentar
Posting Komentar