Surat anak untuk bapaknya

Kisah ini terjadi di suatu pagi yang cerah. Yaa.. mungkin
tidak begitu cerah untuk seorang ayah yang kebetulan
memeriksa kamar putrinya. Dia mendapati kamar itu
sudah rapi, dengan selembar amplop bertuliskan untuk
ayah di atas kasurnya. Perlahan dia mulai membuka surat itu…


Ayah tercinta. Aku menulis surat ini dengan perasaan
sedih d
an sangat menyesal. Saat ayah membaca
surat ini, aku telah pergi meninggalkan rumah. Aku pergi
bersama kekasihku, dia cowok yang baik. Setelah
bertemu dia ayah juga pasti akan setuju
meski dengan tatto2 dan piercing yang melekat di tubuhnya, juga dengan motor bututnya serta rambut
gondrongnya.



Dia sudah cukup dewasa meskipun belum begitu tua
(aku pikir jaman sekarang 42 tahun tidaklah terlalu
tua). Dia sangat baik terhadapku, lebih lagi dia ayah
dari anak di kandunganku saat ini. Dia memintaku untuk
membiarkan anak ini lahir dan kita akan
membesarkannya bersama. Kami akan tinggal berpindah-pindah, dia punya bisnis perdagangan pil
ekstasi yang sangat luas. Dia juga telah meyakinkanku
bahwa ganja itu tidak begitu buruk. Kami akan tinggal
bersama sampai maut memisahkan kami. Para ahli
pengobatan pasti akan menemukan obat untuk AIDS
jadi dia bisa segera sembuh. Aku tahu dia juga punya cewek lain tapi aku percaya dia akan setia padaku
dengan cara yang berbeda.

Ayah.. jangan khawatirkan keadaanku. Aku sudah 15
tahun sekarang, aku bisa menjaga diriku. Salam
sayang untuk kalian semua. Oh iya, berikan bonekaku
untuk adik, dia sangat menginginkannya.

—- Masih dengan perasaan terguncang dan tangan
gemetaran, sang ayah membaca lembar kedua surat
dari putri tercintanya itu. Lembar kedua..

AYAH… TIDAK ADA SATUPUN DARI YANG AKU TULIS
DIATAS ITU BENAR, AKU HANYA INGIN
MENUNJUKAN ADA RIBUAN HAL YANG LEBIH
MENGERIKAN DARIPADA NILAI RAPOTKU YANG
BURUK.

Kalau ayah sudah menandatangani raportku di atas
meja, panggil aku ya,aku tidak kemana-mana, saat ini
aku ada di tetangga sebelah.

source: http://indolucu.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[REKOMENDASI] 100 TEMPAT MAKAN ENAK di JAKARTA

Jangan mengukur sepatu orang lain dengan kaki kita